Belum Adanya PLBN, Konflik Sosial dan Persoalan Hukum di Perbatasan Pegubin dan PNG Sangat Tinggi

Anggota Komisi A DRPD Kabupaten Pegunungan Bintang Yanus Delka, SE

Anggota Komisi A DRPD Kabupaten Pegunungan Bintang Yanus Delka, SE 

Bacaan Lainnya

JAYAPURA (PBB.COM)—Masyarakat yang berada di delapan (8) distrik di Pegunungan Bintang (Pegubin), Provinsi Papua Pegunungan, yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea (PNG) mengalami banyak persoalan. Selain minim bahkan belum adanya infrastrukur jalan, jembatan, fasilitas kesehatan, air bersih, listrik dan perumahan rakyat yang menjadi kebutuhan dasar, persoalan hukum dan konflik sosial juga sering terjadi di wilayah ini.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi A DRPD Kabupaten Pegunungan Bintang Yanus Delka, SE yang menerima aspirasi dari masyarakat dari ke-8 distrik perbatasan RI-PNG, yakni Distrik Batom, Okyop/Kiwirok Timur, Iwur, Oksamol, Tarup, Murkim, Murfinop, dan Pepera. Yanus dipercayakan sebagai ketua pembina Tim Pengawal Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan (TP2KP) Pegunungan Bintang-PNG.

“Tim ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat perbatasan di delapan distrik di Pegunungan Bintang. Hal pertama yang kita minta ialah segera membangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di 3 distrik yakni antara di Yikhikin antara Distrik Oksamol dan Okyop, Denom Atukbin di Distrik Tarup, dan Distrik Batom,” ujar Yanus Delka ditemui papuabangkit.com di Distrik Waena, Kamis, 25 Agustus 2022.

Anggota Komisi A DRPD Kabupaten Pegunungan Bintang Yanus Delka saat meyerahkan aspirasi kebutuhan msyarakatan perbatasan di Kantor BNPP Jakarta.

 

Menurut Yanus, fasilitas PLBN ini penting agar persoalan keamanan, hukum dan konflik sosial bisa dicegah. Sebab kawasan perbatasan merupakan ‘arena’ terjadinya kejahatan lintas batas. Pada saat yang bersamaan, kawasan perbatasan juga menjadi tempat pertukaran budaya dan sosio-ekonomi secara dinamis yang didukung dengan nilai historis kedua negara.

“Persoalan hukum yang terjadi seperti penyelundupan ganja, penduduk yang tanpa identitas jelas keluar masuk wilayah NKRI, kemudian jual beli amunisi. Semua ini terjadi karena tak ada fasilitas Pos Lintas Batas Negara ini. Karena itu kami dorong agar Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia (BNPP), Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR bisa membangunnya tahun depan,” tutur Yanus.

Sejauh ini, kata Yanus, masyarakat sendiri yang mengurai persoalan yang muncul di kedua negara dengan pendekatan budaya dan bahasa isyrarat. Salah satu persoalan yang sedang dihadapi adalah ketika terjadi pemekaran wilayah administratif di perbatasan, baik itu pemekaran kampung maupun distrik.

“Sejak 2019, ada rencana pemekaran Distrik Nekalimin dari Distrik Oksamol. Tapi sampai sekarang belum terwujud karena walaupun secara administratif distrik ini berada di wilayah NKRI, tapi karena penduduknya didominasi oleh warga PNG sehingga sampai sekarang belum jadi. Masih terjadi tarik menarik. Ini disebabkan karena wilayah perbatasan ini belum dipagari semua,” tegas politisi Partai Golkar ini.

Yanus yakin, jika sudah ada PLBN, persoalan yang dihadapi warga perbatasan bisa diurai. Tentu saja akan dibangun pos aparat keamanan (TNI/Polri) sebagai penjaga dan penegak hukum di wilayah Perbatasan RI-PNG

“Kami juga minta Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunugan Bintang agar perhatikan hak-hak masyarakat perbatasan dengan membangun infrastruktur di wilayah perbatasan. Jika ada dana dari Kementerian PUPR untuk bangun perbatasan, mohon jangan dialihkan ke distrik lain di bagian dalam,” tegasnya.

Politisi Golkar ini juga meminta agar pemerintah bisa membangun  jalan dari Distrik Mot ke Distrik Batom tembus ke Distrik Kiwirok. “Yang dari Distrik Pepera harus pemerintah tambahkan anggaran untuk tembus di Distrik Oklip masuk ke dapil II. Karena itu adalah wilayah perbatasan jadi harus menjadi prioritas,” tutupnya. (Gusty Masan Raya)

Pos terkait